Sabtu, 11 Januari 2014

Pakai Bahasa dan Logika, Matematika Tidak Akan Rumit!


Senin, 18 Mei 2009 | 14:04 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Matematika sering dianggap momok, ilmu yang sulit dipelajari dan membosankan. Tetapi, dengan pendekatan berbeda seperti mamakai bahasa dan logika pada soal cerita, Matematika justeru ilmu yang menyenangkan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pria Saptono, Koordinator Acara kompetisi internasional Matematika bertajuk 'Gauss Contest 2009-Canadian Mathematics Competition', yang digelar oleh Sevilla School, Sabtu (16/5) di Jakarta. Pria mengatakan, dengan membiasakan diri memakai metode pembelajaran bahasa dan logika pada soal cerita, kemampuan siswa tidak lagi dibentuk dengan cara hanya menghapal rumus atau menghitung.
"Belum mulai belajar pun siswa biasanya sudah malas duluan ketika melihat hapalan rumus yang tampak rumit dan hitungan yang sulit. Tetapi melalui pemahaman materi lewat kemampuan bahasa dan nalarnya, siswa justru merasa lebih nyaman dan senang untuk mendalami materi," ujar Pria, di sela kompetisi.
Sebagai tolak ukur, Pria membandingkan cara sederhana dalam menawarkan metode pembelajaran kepada para siswa. Di Amerika Serikat (AS) misalnya, kata Pria, kemampuan bahasa adalah nomor satu, sementara Matematika nomor dua.
Tidak mengherankan, penekanan itu membuat siswa di AS lebih mudah memahami Matematika. "Di sini malah terbalik, kita menjadikan Matematika nomor satu dan Bahasa Indonesia atau Inggris nomor dua," tandas Pria, yang juga guru Matematika di Sevilla School.
Berdasarkan hal itulah, Pria mengatakan, perlunya menerjemahkan materi-materi pelajaran Matematika dalam konsep teori bahasa, baik itu dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris. Lain halnya di Singapura, tambah Pria. Di sana, guru menerjemahkan aljabar dengan gambar-gambar dan teks yang kerap mereka sebut dengan nama 'unit'.
"Karena bahasa berfungsi sebagai alat pemahaman paling mudah dan sederhana, soal cerita bisa menyesuaikan berbagai kasus Matematika, sementara jika tetap dengan rumus belum tentu siswa bisa memahaminya," tambah Pria.
Kendala
Kurikulum adalah kendala, yang menurut Pria cukup membuat metode ini belum bisa sepenuhnya diterapkan. Di Sevilla School, misalnya, selain menggunakan kurikulum Cambridge, pengajaran Matematika juga masih berbekal pegangan dari kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). "Tetapi yang dari Diknas itu adalah pembelajaran dengan pendekatan teori saja, praktiknya bisa kami lakukan dengan bermacam cara," tandas Pria.
Sebaliknya, sejauh ini, pengajaran masih dipenuhi beragam kegiatan yang bersifat verbalistik dan mekanis. Materi dan strategi pembelajaran yang dipilih terarah dan terfokus pada upaya peningkatan kemampuan intelektual siswa, yaitu cara berpikir kritis dan kreatif.
Tidak mengherankan, kata Pria, metode pembelajaran hapal rumus dan hitungan angka-angka kurang merangsang anak didik memahami Matematika secara efektif dan memberi hasil maksimal. "Siswa terkotak-kotak oleh hapalan atau rumus sehingga tidak kreatif menggunakan logika untuk menuntaskan masalah," kata Pria.
Pria menambahkan, selain kreatif, siswa akan terbiasa berkompetisi secara sehat. "Karena cara ini menjauhi siswa dari budaya mencontek, sebab mereka sudah terbiasa membongkar banyak kasus Matematika yang sulit dengan cara, nalar, dan rasa percaya diri mereka yang tinggi," tegas Pria.
Bulan lalu, (30/4), puluhan guru dari berbagai sekolah berkumpul di Sekolah Dasar Santa Ursula, Jakarta. Mereka berdiskusi untuk menemukan solusi agar para siswa tidak menjadikan Matematika sebagai momok menakutkan. Diskusi itu menyimpulkan, Metode Marzano dianggap sebagai pendekatan yang dapat dijadikan pegangan untuk menuntaskan persoalan tersebut.
Forum diskusi tersebut menyayangkan, sampai kini pengajaran Bahasa Indonesia dan Matematika (baca-tulis-hitung), --yang dijadikan tumpuan dasar bagi pengembangan berpikir siswa pendidikan dasar, belum dikembangkan dengan baik. Menurut Kenneth Cock, Direktur Sampoerna Foundation Teacher Institute (SFTI), yang menjadi fasilitator diskusi, Metode Marzano merupakan teknik soal cerita Matematika yang menekankan pada pengertian siswa terhadap kalimat atau cerita di dalam soal tersebut.
"Uji coba metode ini tentu memudahkan siswa menerjemahkan soal ke dalam angka," ujar Kenneth. "Bila guru yang mengajar Matematika tidak memiliki kemampuan membentuk kalimat dengan baik, si anak didik juga sulit menerjemahkan soal-soal cerita yang dibuatnya," tambah Kenneth.
Kiranya, pendapat Pria pun mengamini komentar tersebut, meskipun tidak di tempat dan waktu yang bersamaan. "Dengan cara ini siswa termasuk guru-guru mereka tertantang untuk selalu punya semangat menganalisa sebuah masalah, menggali teori, dan melakukan berbagai cara untuk memecahkannya," tandas Pria.

Jumat, 10 Januari 2014

Abstrak Tesis dan Disertasi

ABSTRAK DISERTASI TAHUN 2004


________________________________________
Bansu Irianto Ansari
(Pendidikan Matematika)

MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMU MELALUI STRATEGI TTW
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menelaah efektivitas strategi Think-Talk-Write (TTW) dalam upaya menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik pada siswa SMU. Studi ini bersifat eksperimen dengan post test only control group design. Subyek sampel terdiri dari 323 siswa yang berasal dari tiga SMUN dengan peringkat sekolah berbeda. Perlakuan terhadap kelompok eksperimen, berupa pembelajaran matematika dengan strategi TTW dalam kelompok kecil/grup (eksperimen-1) dan secara klasikal (eksperimen-2). Sebagai pembanding adalah kelompok kontrol, belajar dengan pembelajaran seperti biasa (konvensional). Selain itu, studi ini juga dilengkapi dengan variabel pengetahuan awal siswa.
Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran, kemampuan pemahaman, dan komunikasi matematik, serta intensitas keaktifan siswa dalam pembelajaran, kepada mereka diberikan tiga jenis instrumen, yaitu tes Pemahaman Matematik (PM), tes Komunikasi Matematik (KM) dan kuesioner Indeks Kemampuan TTW (IKTTW). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam setiap tahap penilaian, pembelajaran dengan strategi TTW dalam kelompok kecil memiliki kecenderungan perkembangan kemampuan yang semakin meningkat dari pembelajaran klasikal dan konvensional namun belum efektif, karena rata-rata kemampuan PM dan KM belum mencapai nilai cukup. Tingkat efektivitas pembelajaran dalam kelompok kecil terhadap pembelajaran konvensional bila dilihat dari nilai Effect Size (ES) masing-masing 0,303 untuk pemahaman dan 0,509 untuk komunikasi matematik, termasuk kategori sedang. Secara individual sebanyak 42 siswa (13 %) tuntas belajar (x 6,5) dan 91 siswa (28,2 %) memperoleh nilai cukup (5 x < 6,5).
Secara umum hasil lainnya sebagai berikut. Strategi pembelajaran TTW lebih besar pengaruhnya bagi siswa yang memiliki Pengetahuan Awal (PA) menengah ke atas, dan relatif kecil bagi siswa kategori bawah dalam upaya menumbuhkembangkan kemampuan PM dan KM. Pengetahuan awal memberikan efek langsung yang signifikan terhadap intensitas keaktifan siswa belajar (IKTTW) dan PM, sedangkan IKTTW tidak memberikan efek yang signifikan terhadap PM dan KM ( p < 5%). Namun PA dan IKTTW secara bersama-sama memberikan efek langsung yang berarti terhadap kemampuan PM dan KM. Efek langsung PM terhadap KM tergolong besar yaitu 38,8 %, dan efek bersama antara PA, IKTTW dan PM terhadap KM sebesar 48,6 %. Efektivitas pembelajaran dengan strategi TTW ternyata lebih meningkat, ketika guru lebih intensif memonitor aktivitas belajar siswanya.
________________________________________
Sulipan
(Administrasi Pendidikan)

PENGELOLAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI KEJURUAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Fokus penelitian pada disertasi ini adalah pada permasalahan dalam pengelolaan diklat berbasis kompetensi kejuruan, adapun pembahasan yang lebih rinci adalah mengenai perencanaan diklat kejuruan, yaitu meliputi penetapan standar kompetensi dan faktor-faktor pendukungnya, kemudian tentang pelaksanaan diklat, meliputi pengelolaan proses pembelajaran dan uji kompetensi, selanjutnya juga diteliti mengenai pembinaan kreativitas dan kewirausahaan dan akhirnya adalah tentang sertifikasi sebagai pengakuan atas kompetensi yang telah dikuasai siswa/peserta diklat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan sampel sekaligus populasi yang diteliti adalah SMKN 2 Serang, SMK YPPT Garut, SMKN 4 Jakarta dan SMK Texmaco Karawang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa : (a) Pimpinan sekolah umumnya sudah menyadari pentingnya memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan penerapan diklat berbasis kompetensi. (b) Pimpinan sekolah umumnya juga sudah menunjukkan keseriusannya dalam melengkapi dan merawat fasilitas pembelajaran, walaupun terdapat hambatan dalam hal kekurangan dana untuk melengkapi dan merawat fasilitas belajar. (c) Komunikasi antara pimpinan dan bawahan serta antar bagian di sekolah masih perlu ditingkatkan supaya semua warga sekolah memahami program sekolah. (d) Perencanaan umumnya sudah mengacu pada standar kompetensi namun sebagian faktor pendukung diklat masih belum memadai dan beberapa sekolah perencanaan tidak dilakukan secara terintegrasi. Pengembangan kurikulum telah dilakukan dengan cara melakukan sinkronisasi dari kurikulum yang sudah ada terhadap standar kompetensi yang berlaku. Masih terjadi kesenjangan antara peralatan yang tersedia dengan tuntutan kompetensi, untuk itu diperlukan outsourcing atau kerja sama dengan pihak industri untuk memenuhi tuntutan kompetensi ini. Bahan ajar berupa modul individu masih terbatas jumlahnya, sehingga perlu dikembangkan lebih jauh. Media pembelajaran masih belum mencukupi untuk menunjang penguasaan siswa terhadap materi kompetensi yang dipelajari. Kebanyakan guru belum memiliki sertifikat kompetensi, terutama guru SMK swasta. Siswa antara sekolah negeri dan swasta memiliki perbedaan kemampuan intelektual, untuk itu perlu dikembangkan pembelajaran individual di mana kecepatan kemajuan belajar dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa. (e) Pelaksanaan diklat ternyata belum sepenuhnya mengacu pada standar kompetensi., hal ini akan menyebabkan hasil pembelajaran tidak akan sesuai dengan standar kompetensi yang dijadikan acuan. Proses pembelajaran masih dilakukan secara klasikal, namun telah mulai dilakukan pembelajaran remidial sebagai bentuk penerapan belajar tuntas. Uji kompetensi masih dilakukan "biasa saja" menyatu dengan Ujian Akhir Nasional, padahal menurut konsep diklat berbasis kompetensi uji kompetensi dilakukan setiap selesai mempelajari satu kompetensi. (f) Pengawasan pada sebagaian sekolah belum dilakukan dengan baik. (g) Pembinaan kreativitas dan kewirausahaan umumnya belum dilakukan secara sungguh-sungguh. (h) Sertifikasi telah dilakukan oleh lembaga yang berwenang memberikan sertifikat, karena lembaga itu juga yang memiliki standar kompetensi kejuruan tersebut. Tapi yang menguji sebenarnya tidak meiliki hubungan dengan MPKN sebagai lembaga pemberi sertifikat. Hasil uji kompetensi lebih baik pada SMK negeri, kemungkinan besar disebabkan pada SMK negeri siswa yang masuk lebih terseleksi, sehingga memiliki kemampuan belajar yang lebih baik dari pada siswa pada SMK swasta.
________________________________________
Tri Joko Raharjo
(Pendidikan Luar Sekolah)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KESETARAAN SLTP BAGI KAUM GELANDANGAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN TARAF HIDUP
(Studi Kasus di Pemukiman Gelandangan Kota Semarang)
Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah menemukan model pembelajaran kesetaraan SLTP vokasional bagi kaum gelandangan yang dapat meningkatkan taraf hidupnya. Masalah dirumuskan dalam pertanyaan penelitian : (1) Dukungan dan hambatan yang mempengaruhi pembelajaran kesetaraan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). (2) Bagaimanakah pengembangan model pembelajaran kesetaraan SLTP bagi kaum gelandangan di Kalialang Baru. (3) Bagaimana model akhir pembelajaran kesetaraan SLTP yang efektif bagi kaum gelandangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model pembelajaran kesetaraan SLTP bagi kaum gelandangan dalam rangka mengangkat taraf hidupnya. Teori-teori yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah teori pembelajaran orang dewasa, perubahan sikap, dan kebutuhan manusia. Penelitian menggunakan metode penelitian dan pengembangan (research and development), dan studi kasus, pengumpulan data dilakukan dengan taknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Subyek dalam penelitian ini adalah warga gelandangan dan yang telah dimukimkan di Kalialang Baru. Analisis data diarahkan untuk menyusun deskripsi model pembelajaran kesetaraan SLTP bagi kaum gelandangan serta dukungan dan hambatan dalam pembelajaran kesetaraan SLTP bagi kaum gelandangan. Hasil penelitian adalah faktor dukungan dalam pembelajaran (1) Fasilitas bahan ajar dan kemudahan-kemudahan lain dalam pelayanan, (2) Tokoh masyarakat, dan (3) Adanya dana belajar. Hambatan dalam proses pembelajaran adalah (1) Waktu belajar, dimana warga belajar kesulitan menentukan waktu belajar karena warga belajar sudah lelah seharian untuk mencari nafkah, (2) Latar belakang budaya dan kebiasaan warga belajar, terbiasa dengan hidup tidak teratur, (3) Sulitnya berkonsentrasi dalam belajar. Hasil lain menunjukkan terbinanya warga belajar yang putus sekolah SLTP atau lulusan SD untuk memiliki ijazah setara SLTP. Terciptanya lapangan kerja baru, warga belajar menguasai keterampilan praktis, mampu mengembangkan dana usaha, mampu mengelola administrasi usahanya, memiliki penghasilan tetap. Terbentuknya model pembelajaran kesetaraan SLTP vokasional yang efektif, dibuktikan dengan adanya perubahan aspek pengetahuan, sikap, ekonomi, sosial, dan kesehatan serta gizi. Kesimpulan penelitian ini adalah adanya dukungan dari berbagai pihak, keunggulan pembelajaran kesetaraan SLTP antara lain: bersifat lentur, warga belajar menguasai keterampilan praktis, terjadi interaksi yang transaksional, adanya campur tangan masyarakat dan pemerintah. Saran-saran: diperlukan keterlibatan para tokoh masyarakat baik formal maupun non formal, pendampingan, monitoring yang terus menerus agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan rencana, pendirian koperasi sebagai wadah hasil para pemulung agar harga tidak dipermainkan oleh tengkulak, dan sebagai pijakan penelitian lanjutan pengembangan model pembelajaran yang efektif.
________________________________________
Usman Radiana
(Administrasi Pendidikan)

MANAJEMEN STRATEJIK DALAM PEMBINAAN DISIPLIN SISWA
(Studi Kasus Tentang Kebijakan Pembinaan Disiplin Siswa Di SMU Terpadu Krida Nusantara Bandung)
Sudah menjadi kesadaran bersama bahwa peningkatan mutu pendidikan melalui disiplin merupakan salah satu tuntutan kebutuhan bangsa. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi tuntutan kebutuhan tersebut, diantaranya adalah dengan dicanangkannya Gerakan Disiplin Nasional (GDN). Mengenalkan ide-ide dan pendekatan serta cara-cara baru dengan restrukturisasi dan rekayasa ulang, merupakan perwujudan dari upaya tersebut, kesemuanya itu disatukan dalam bentuk manajemen stratejik dalam pembinaan disiplin siswa di sekolah.
Kemajuan pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia hingga saat ini, masih menunjukkan ketimpangan antara capaian kuantitatif dengan capaian kualitatifnya. Sejalan dengan itu, akselerasi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan perubahan kemasyarakatan melahirkan tuntutan dan tantangan baru pada dunia pendidikan sebagai salah satu wahana pengembangan sumber daya manusia, tidak terkecuali di Indonesia. Di lingkungan instansi pendidikan, tuntutan dan tantangan itu merespons dan inovatif dari tenaga kependidikan berkaitan dengan model manajemen stratejik dalam pengembangan disiplin siswa di sekolah, jabatan yang menjalankan fungsi manajerial maupun fungsi operasionalnya. Di dalam profesi tenaga kependidikan melalui proses pembinaan disiplin siswa dapat belajar lebih bermutu secara personal atau dilembagakan secara formal maka penciptaan mutu dan lulusan pendidikan bisa secara optimal.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan dua tahap kegiatan. Kegiatan pertama dilakukan dengan maksud untuk mengidentifikasi dan menganalisis tentang kondisi objekfif pembinaan disiplin siswa di SMU Terpadu Krida Nusantara Bandung. Pada tahap kedua, berdasarkan hasil ldentifikasi dan analisis itu disusun secara hipotetik tentang manajemen stratejik dalam pembinaan disiplin siswa di tingkat sekolah yang diformulasikan dalam disertasi ini, diangkat dari atribut-atribut yang membangun sebuah model. Atribut-atribut itu dipilah-pilah untuk menentukan mana yang cenderung sebagai penentu arah, dan atribut mana yang cenderung sebagai vektor percepatan, baik vektor manajemen/pengelolaan maupun vektor belajar.
Hasil analisis secara kualitatif terhadap fenomena di lapangan menghasilkan beberapa kesimpulan: Pertama, SMU Terpadu Krida Nusantara merupakan sekolah swasta berasrama penuh (boarding School) di bawah yayasan Krida Nusantara Bandung, menggunakan empat pendekatan disiplin, yaitu Depdiknas, militer, keagamaan, dan wali asuh. Kedua, fungsi kelembagaan adalah menyelenggarakan pendidikan formal tingkat SMU dan mutu siswa yang ingin dihasilkan, siswa yang unggul, kompetitif, kreatif disiplin waktu, tertib administrasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta sumber daya internal yang profesional di bidangnya. Ketiga, efektivitas kinerja kelembagaan dalam pembinaan disiplin siswa SMU dianggap cukup berhasil, hal ini terbukti dengan semakin sedikitnya siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Keempat, keterpaduan antar intansi terkait seperti dengan Dinas Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan TNI angkatan Laut, namun disamping perlu dilakukan titik temu antara pihak SMU dengan lembaga pengguna seperti perguruan tinggi, perusahaan, sehingga diperlukan kerja sama yang lebih sinergis lagi antara guru, pembina kesiswaan, instruktur keterampilan dan siswa untuk mengoptimalkan potensi yang ada.
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan itu, perluasan fungsi kelembagaan pembinaan disiplin siswa di sekolah direkomendasikan sebagai kebijakan yang harus dibuat secara menyeluruh untuk menyeimbangkan akselerasi ditinjau dari perspektif pendekatan disiplin Depdiknas, pendekatan disiplin militer, pendekatan disiplin keagamaan, pendekatan disiplin wali asuh, untuk menjadi model yang fisibel sehingga terjadi perluasan mandat sebagai penyedia lulusan yang menghasilkan siswa berprestasi berbasis disiplin yang memadai, sehingga diperlukan pemberdayaan sekolah melalui pemasyarakatan model manajemen stratejik dalam pembinaan disiplin siswa di sekolah.
________________________________________
Darhim
(Pendidikan Matematik)

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR DAN SIKAP SISWA SEKOLAH DASAR KELAS AWAL DALAM MATEMATIKA
Penelitian ini adalah eksperimen dengan disain tes akhir tanpa tes awal menggunakan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi perlakuan PMK (Pembelajaran Matematika Kontekstual) yang menerapkan tiga karakteristik RME (Realistic Mathematics Education) yaitu menggunakan masalah kontekstual, model, dan kontribusi siswa. Kelompok kontrol diberi perlakukan PMB (Pembelajaran Matematika Biasa).
Tujuan utama penelitian ini adalah menelaah tentang hasil belajar siswa, sikap siswa, dan keragaman pemodelan serta strategi penyelesaian masalah kontekstual untuk siswa yang belajarnya dengan PMK dan PMB.
Terdapat sebanyak 120 siswa Sekolah Dasar kelas II sebagai subjek sampel yang berasal dari 4 kelas pada 4 sekolah (2 sekolah baik dan 2 sekolah sedang) yang ditetapkan dengan teknik stratified purposive random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua macam instrumen, yaitu 4 buah tes matematika dan 1 perangkat angket skala sikap model Likert. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas muka dan isi, serta koefisien reliabilitasnya berkisar antara 0,65 dan 0,85.
Temuan utama penelitian ini adalah ditinjau dari kelompok siswa, pembelajaran dengan PMK berpengaruh lebih baik terhadap hasil belajar dan sikap siswa daripada PMB untuk siswa lemah. Pada sekolah dengan kategori baik, pembelajaran dengan PMK berpengaruh lebih baik terhadap hasil belajar dan sikap siswa lemah daripada PMB. Pada sekolah dengan kategori sedang, pembelajaran dengan PMK berpengaruh lebih baik terhadap hasil belajar siswa lemah daripada PMB, tetapi untuk siswa pandai terjadi sebaliknya. Temuan lainnya adalah terdapat keragaman pemodelan dan strategi penyelesaian masalah kontekstual untuk siswa yang belajarnya dengan PMK dan PMB. Siswa yang belajarnya dengan PMK lebih terampil dalam menggunakan model (kongkrit, diagram, dan abstrak) dan strategi (informal dan formal) daripada siswa yang belajarnya dengan PMB.
________________________________________
Jarnawi Afgani Dahlan
(Pendidikan Matematik)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN OPEN-ENDED
(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Lanjutan Pertama Negeri di Kota Bandung)
Penelitian ini bertujuan mengkaji pembelajaran matematika melalui pendekatan open-ended yang di kolaborasikan dengan strategi kooperatif. Akibat yang dilihat dari penelitian ini adalah kemampuan penalaran dan pemahaman matematik siswa. Selain secara kolektifitas pada kelas, penelitian ini juga melihat pengaruh pembelajaran terhadap kemampuan penalaran dan pemahaman siswa didasarkan atas jenis kelamin; laki-laki dan perempuan, dan kategorisasi kemampuan siswa; berkategori baik, sedang dan kurang. Dengan mengambil subjek sampel siswa kelas III SLTP sebanyak 108 orang diperoleh hasil bahwa pembelajaran matematika melalui pendekatan open-ended dengan strategi belajar kooperatif memberikan pengaruh yang berarti terhadap kemampuan penalaran dan pemahaman matematik.
Siswa yang belajar matematika melalui pendekatan open-ended dan strategi kooperatif signifikan lebih baik dibanding siswa yang belajar melalui pendekatan open-ended ekspositori dan pembelajaran biasa (tradisional). Jika pembelajaran tersebut diinteraksikan dengan jenis kelamin, diperoleh hasil bahwa ada pengaruh yang positif dari hasil interaksi pembelajaran matematika melalui pendekatan open-ended kooperatif dengan jenis kelamin terhadap kemampuan penalaran dan pemahaman matematik. Pengaruh interaksi lainnya adalah model pembelajaran dengan katagori siswa. Hasilnya menunjukkan bahwa interaksi pembelajaran melalui pendekatan open-ended dengan kategori siswa menunjukkan pengaruh terhadap kemampuan penalaran dan pemahaman matematik siswa. Akan tetapi, pengaruh interaksi dari ketiga faktor, yakni model pembelajaran, jenis kelamin dan kategori siswa tidak menunjukkan pengaruh yang berarti terhadap kemampuan penalaran dan pemahaman matematik siswa. Dengan hasil penelitian ini, ada harapan bahwa meskipun kemampuan awal siswa minimal (kurang) dalam matematika tetapi dengan memberikan aktifitas matematika yang maksimal melalui pemberian tugas yang menarik siswa untuk berfikir, berinteraksi dengan teman-temannya melalui strategi kooperatif, dan pendekatan open-ended, maka siswa mampu menggunakan sumberdaya yang dimilikinya. Akibatnya kemampuan penalaran dan pemahaman matematik sebagai tujuan pembelajaran matematika tercapai dengan optimal.
Selain itu, pandangan siswa terhadap matematika tidak lagi hanya sebagai suatu ilmu yang teoritis, tetapi lebih dari itu, yakni matematika sebagai alat berfikir, matematika sebagai pemecahan masalah, matematika sebagai penalaran, matematika sebagai komunikasi, matematika sebagai koneksi, dan matematika dekat dengan lingkungannya.

mau dapatin yang lain !!! Silahkan download di sini